Kamis, 26 Januari 2012

Usaha Budidaya Rumput Laut


“ ANALISIS USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT
DI MALUKU “

OLEH :
IRAMAYA S. LEWENUSSA
NIM : 2008-68-021


PROGRAM STUDI AGROBISNIS PERIKANAN
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2012

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah Agrobisnis Perikanan Tangkap dengan judul “Profil Kemiskinan Nelayan Indonesia“, dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Dengan penuh kerendahan hati yang tulus, perkenankanlah penulis sampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis sadar bahwa dalam pembuatan tugas ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran guna memperbaiki dan melengkapi tugas ini ke depan .
Akhir kata semoga tugas ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
                               
                               
                                                                                                Ambon,  November 2011
                                                                                                           
                                                                                                            Penulis





DAFTAR ISI
 Halaman

LEMBARAN JUDUL ........................................................................        i
KATA PENGANTAR ………………………………………………        ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………...         iii
BAB I          PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang ……………………………………...        1
1.2    Perumusan masalah …………………………………        3
1.3    Tujuan Penulisan ……………………………………        4
BAB II         TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Perikanan ………………………………………….        5
2.2  Sumber Daya Perikanan …………………………...       6
2.2.1        Sumber Daya Alam …………………………….       6
2.2.2        Sumber Daya Ikan ……………………………..       7
2.2.3        Sumber Daya Manusia …………………………       7
2.2.4        Nelayan  …………………………………...…..        7
2.3  Defenisi Dan Kondisi Umum Kemiskinan ………….     8
BAB III       PEMBAHASAN
                        3.1 Profil Nelayan Indonesia Dan Kemiskinannya ………                11
                        3.2 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan Nelayan ……….               13
                        3.3 Penanggulangan Kemiskinan Nelayan Indonesia …….               18

BAB IV KESUMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan ………………………………………………………….                 23
4.2 Saran …………………………………………………………………                23
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….                24




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Usaha perikanan dikenal 3 jenis bidang usaha. Bidang usaha perikanan yang dimaksud yaitu sumber daya air (sumber daya alam), sumber daya ikan, sumber daya manusia sebagai pelaku usaha perikanan (terdiri dari nelayan, pembudidayan ikan dan pengolah hasil perikanan), serta sumber daya buatan yang mencakup fasilitas dan teknologi (Effendi dan Oktariza, 2006 dikutip Lewenussa, 2011).
Karakteristik geografis dan kandungan sumber daya kelautan dan perikanan yang dimiliki Indonesia memberikan pengakuan (justifikasi) bahwa Indonesia merupakan Negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati yang tinggi (mega-biodiversity). Fakta ini menunjukkan bahwa sector kelautan dan perikanan merupakan sector yang memiliki peluang yang sangat potensial untuk dimanfaatkan dan dikelolah guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional (Lewenussa, 2011).
Maluku merupakan Provinsi kepulauan dengan luas wilayahnya 712.479,69 km2 terdiri dari 93,5 % luas perairan (666.139,85 km2) dan 6,5 % luas daratan (46.339,85 km2). Total jumlah pulau yang ada teridentifikasi di Maluku mencapai 1.340 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 10.630,1km (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2007). Dengan memiliki bentangan laut yang luas, laut di perairan Maluku menyimpan kekayaan laut yang sangat besar dan potensial, baik berupa sumber daya perikanan maupun pertambangan. Kekayaan tersebut merupakan modal besar bagi daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sehingga memposisikan daerah ini pada fokus pengembangan sektor kelautan dan perikanan. Berbagai cara dilakukan untuk pemanfaatan sumber daya secara optimal, mulai dari penangkapan, pembudidayaan sampai pada pengolahan hasil perikanan. Dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan di Maluku.
 Luas laut Maluku memiliki potensi sumberdaya perikanan sebesar 1.640.160 ton/tahun. Potensi sumberdaya hayati yang dimaksud terdiri dari pelagis, domersal, dan biota laut lainnya yang dapat dieksploitasi secara optimal. Besarnya potensi perikanan yang tersedia telah dimanfaatkan sebesar 481.847,8 ton (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2005). Untuk produksi rumput laut pada tahun 2005 di Provinsi Maluku sebesar 600,8 ton dengan nilai produksinya Rp. 1.658.875.000, dengan frekuensi penanaman senam kali. Daerah penyebaran budidaya rumput laut di Provinsi Maluku dihadapkan pada berbagai kendala di antara modal yang kecil, teknologi yang sederhana serta minimnya informasi tentang pengembangan usaha dan peluang pasar pada masa sekarang dan masa-masa yang akan datang.
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan analisis tentang kelayakan suatu usaha perikanan dengan judul “Analisis Usaha Budaya Rumput Laut di Maluku”.

1.2  Perumusan Masalah
Kondisi kehidupan masyarakat pesisir sangat rentan terhadap perubahan lingkungan, mengingat padatnya aktivitas di wilayah pesisir memberikan dampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kualitas lingkungan. Kondisi ini dengan sendirinya akan mempengaruhi usaha baik di bidang perikanan tangkap maupun budidaya yang pada akhirnya juga berdampak pada ekonomi masyarakat pesisir (Dahuri, 2001 dikutip Tamarele, 2010).
Pada umumnya usaha perikanan tergantung pada musim. Kondisi tersebut sama halnya dengan usaha pembudidayaan rumput laut. Usaha perikanan yang dilakukan oleh seorang pengusaha harus menghasilkan keuntungan yang berkelanjutan. Karena itu, perlu dilakukan analisis usaha. Analisis usaha merupakan suatu cara untuk mengetahui tingkat kelayakan dari suatu jenis usaha. Analisa yang umum dipakai adalah Break Even Point, Return On Investment dan Benefit Cost Ratio. Analisis usaha dalam perikanan sangat diperlukan mengingat ketidakpastian usaha yang cukup besar, apalagi usaha dan pengolahan sangat dipengaruhi oleh musim penangkapan.
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan ini adalah ” mengetahui kelayakan usaha budidaya rumput laut”


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usaha Perikanan Budidaya
      Akuakultur adalah kegiatan memproduksi ikan dalam wadah terkontrol dan berorientasi pada keuntungan. Berbeda dengan perikanan tangkap yang hanya memanen ikan di perairan. Pada akuakultur, pemanenan dilakukan setelah kegiatan pemeliharaan ikan yang mencakup persiapan wadah pemeliharaan, penebaran benih, pemberian pakan, pengelolaan kualitas air, serta penangan hama dan penyakit. Secara umum, komoditas akuakultur digolongkan berdasarkan habitat, yaitu biota air tawar, air payau dan air laut sehingga sebagai usaha kegiatan bisnis dikenal budidaya air tawar, budidaya air payau, dan budidaya air laut (Effendi dan Oktariza, 2006).
      Usaha perikanan budidaya adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan dan membiakan suatu organism air dan memanen hasilnya dalam lingkungan terkontrol. Pada usaha perikanan budidaya , orang yang disebut sebagai pembudidaya adalah orang yang melakukan pekerjaan sebagai anggota rumah tangga maupun buruh atau tenaga kerja (Ditjen Perikanan Budidaya, 2003 dalam Rifaldi, 2010).
      Pengembangan usaha perikanan budidaya terus diupayakan dalam rangka meningkatkan kontribusinya bagi pembangunan nasional. Peningkatan kontribusi tersebut difokuskan pada pencapaian tujuan pembangunan perikanan budidaya, yaitu meningkatkan devisa, pendapatan, lapangan kerja, dan kesempatan berusaha; meningkatkan gizi masyarakat melalui konsumsi ikan, melindungi, memulihkan serta memelihara sumberdaya perikanan budidaya, melalui upaya tersebut sector perikanan budidaya diyakini mampu menciptakan peluang usaha guna mengurangi kemiskinan dan menyerap tenaga kerja dan menjadi pijakan bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

2.2 Deskripsi Rumput Laut
      Algae atau ganggang terdiri dari empat kelas yaitu Rhodophyceae (ganggang merah), Phaeophycea (ganggang cokelat), chlorophycea (ganggang hijau), dan cyanophycea (ganggang hijau-biru). Pembagian ini berdasarkan pigmen yang dikandungnya. Bila dilihat dari ukurannya, ganggang terdiri dari mikroskopik dan makroskopik. Ganggang makroskopik inilah yang dikenal sebagai rumput laut.
      Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah jenis ganggang merah karena mengandung agar-agar, keraginan, porpiran, maupun furcelaran. Salah satunya jenisnya yaitu eucheuma cottonii. Ciri fisik eucheuma cottonii adalah mempunyai thallus silindris, permukaan licin, keadan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna ini sering terjadi hanya karena factor lingkungan. Kejadian ini merupakan proses adaptasi kromatik yaitu penyesuaian antar proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan.
      Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut sangat bergantung dari factor-faktor osenografi (fisika, kimia, dan pergerakan atau dinamika air laut) serta jenis substrat dasarnya. Untuk pertumbuhannya, rumput laut mengambil nutrisi dari sekitarnya secara difusi melalui dinding thallusnya. Perkembangbiakan dilakukan dengan dua cara, yaitu secara kawin antara gamet jantan dan gamet betina (generative) serta secara tidak kawin melalui vegetative dan konjugasi (Anggadiredja dkk, 2008).


2.3 Daerah Sebaran Rumput Laut
      Daerah sebaran beberapa jenis rumput laut di Indonesia sangat luas, baik yang tumbuh secara alami maupun budidaya. Wilayah sebaran rumput laut yang tumbuh alami terdapat dihampir seluruh perairan Indonesia yang mempunyai rataan terumbu karang (Karepesina, 2009).
      Sebaran rumput laut komersial yang dibudidayakan hanya terbatas untuk jenis eucheuma dan gracilaria. Jenis eucheuma dibudidayakan di laut agak jauh dari sumber air tawar, seperti sungai dan air buangan dari pemukiman. Adapun gracilaria dapat dibudidayakan di laut yang dekat dengan muara sungai.
      Wilayah potensial untuk perkembangan budidaya rumput laut eucheuma terletak di perairan Nanggro Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Kalimanta Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku dan Papua.

2.4 Aspek Ekonomi (Finansial)
2.4.1 Kompenen Biaya
      Istilah biaya dapat diartikan bermacam-macam dan pengertiannya berubah-ubah, tergantung pada bagaimana biaya tersebut digunakan. Umumnya, biaya berkaitan dengan tingkat harga suatu barang yang harus dibayar. Inti dari teori biaya sebenarnya merupakan kumpulan dari penalaran dan penjelasan lain yang dapat dipergunakan sebagai dasar untuk menjelaskan perilaku biaya. Dengan kata lain, bahwa biaya dalam pengertian ekonomi adalah sebuah beban yang harus ditanggung oleh produsen dalam menghasilkan barang yang siap dipakai oleh konsumen.
Menurut Mulyadi, (2005) dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu.
Komponen biaya dalam usaha perikanan menurut Effendi dan Oktariza, (2006) terbagi menjadi dua yaitu:
a.      Biaya Investasi
Menurut Effendi dan Oktariza, (2006) modal investasi merupakan penanaman modal untuk jangka waktu tertentu agar mendapatkan bayaran di masa depan atas kompensasi dana yang ditanamkan. Modal investasi umumnya merupakan modal yang biasanya dipakai dalam jangka panjang. Biasanya modal ini dinilai cukup besar. Nilai modal investasi akan mengalami penyusutan dari tahun ke tahun, bahkan bisa dari bulan ke bulan.
Selanjutnya dikatakan oleh Mantjoro, 1996 dikutip Papilaya, 2009, bahwa bentuk investasi yang merupakan cash flow dapat dibedakan dalam 2 kelompok yaitu:
·      Capital expenditure yaitu jenis pengeluaran yang memberikan manfaat jangka panjang seperti pembelian mesin-mesin, bangunan dan aktiva tetap lainnya.
·      Revenue expenditure merupakan jenis pengeluaran yang diperhitungankan sebagai biaya seperti biaya tenaga kerja, biaya material, operating express.

b.      Biaya Operasional Atau Modal Kerja.
      Menurut Effendi dan Oktariza, (2006) modal kerja adalah modal yang digunakan untuk untuk menjalankan atau membiayai kegiatan operasional perusahaan. Berdasarkan penggunaannya, modal kerja terbagi menjadi dua yaitu biaya variable dan biaya tetap. Biaya variable merupakan biaya yang harus dikeluarkan berdasarkan tingkat usahanya. Semakin besar skala usaha maka semakin besar pula biaya variable yang harus dikeluarkan. Sedangkan biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan seorang pengusaha meskipun usaha tersebut sedang tidak produktif.
2.4.2 Analisis Titik Impas/Break Even Point (BEP)
Analisis BEP salah satu analisis untuk mengetahui batas nilai produksi suatu usaha mencapai titik impas (tidak untung dan tidak rugi). Usaha dinyatakan layak bila nilai BEP produksi lebih besar dari jumlah unit yang sedang di produksi saat ini.  Sementara BEP harga harus lebih rendah dari harga yang berlaku saat ini (Effendi dan Oktariza, 2006).
         Perhitungan BEP ini digunakan untuk menentukan batas minimum volume penjualan agar suatu perusahaan tidak rugi. Selain itu BEP dapat dipakai untuk merencanakan tingkat keuntungan yang dikehendaki dan sebagai pedoman dalam mengendalikan operasi yang sedang berjalan. Untuk menentukan BEP, ada beberapa hal yang harus diketahui yaitu biaya atau modal (baik untuk modal  tetap atau variabel), harga jual dan tingkat produksi (Rahardi, dkk 1993). Secara sistematis BEP dapat dirumuskan sebagai berikut:

                                          Total produksi
·         BEP produksi   =
                                          Harga penjualan

                                                      Total biaya
·         BEP harga       =  
                                    Total produksi  
2.4.3 Return On Investment (ROI)
         Merupakan nilai keuntungan yang diperoleh pengusaha dari setiap jumlah uang di investasikan dalam periode waktu tertentu. Dengan analisis ROI, perusahaan dapat mengukur sampai seberapa besar kemampuannya dalam mengembalikan modal yang ditanamkan (Rahardi, 2005).
ROI = Laba Usaha / Modal Produksi


2.4.4 Benefit Cost Ratio (B/C)
         Merupakan alat analisis yang lebih ditekankan pada criteria-kriteria investasi yang pengukurannya diarahkan pada usaha untuk membandingkan, mengukur, serta menghitung tingkat keuntungan usaha perikanan. Semakin kecil nilai rasio ini, semakin besar kemungkinan perusahaan menderita kerugian (Rahardi dkk, 2005).
B/C = Hasil Penjualan / Modal Produksi


BAB III
PEMBAHASAN

1.1  Potensi Budidaya dan Produksi Rumput Laut Di Provinsi Maluku Per Kabupaten
      Daerah penyebaran budidaya rumput laut di Provinsi Maluku tersebar di enam Kabupaten yaitu Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku Tengah, Maluku Tenggara, Maluku Tenggara Barat, dan Kepualuan Aru. Dengan masing-masing wilayah kabupaten sebagai berikut:
Tabel 1. Daerah Penyebaran Rumput Laut Di Maluku
No
Kabupaten
Potensial Lahan (Ha)
Telah Dimanfaatkan (Ha)
Dimanfaatkan (Ha)
1.
Maluku Tengah
223,50
118,00
105,50
2.
Maluku Tenggara
2.480,00
20,00
2.460,00
3.
Maluku Tenggara Barat
5.103,88
53,00
5.053,88
4.
Seram Bagian Barat
2.354,00
213,50
2.140,00
5.
Seram Bagian Timur
11.741,00
7.741,00
3.348,30
6.
Kepulauan Aru
1.711,28
113,26
1.598,02
1.2  Saluran Pemasaran
      Menurut (Kotler Dan Susanto, 2001 dalam Tamarele, 2010) saluran pemasaran atau marketing chanel merupakan sekumpulan organisasi independen yang terlibat dalam proses membuat suatu produk dan jasa tersedia untuk digunakan dan dikonsumsi. Dengan kata lain, pemasaran adalah saluran yang digunakan produsen untuk menyalurkan produknya sampai ke tangan komsumen akhir. Biasanya produsen menawarkan secara langsung kepada konsumen atau dengan menggunakan perantara pemasaran. Salah satu contoh bentuk saluran pemasaran budidaya rumput laut yaitu di Kotania Bawah. Dimana hasil panennya yang dalam bentuk rumput laut kering dijual langsung kepada pedagang pengumpul dari Dusun Wael. Sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini.
















Rounded Rectangle: Pedagang pengumpul



 











Gambar. Saluran Pemasaran Budidaya Rumput Laut Di Dusun Kotania Bawah (Tamarele, 2010).

1.3  Analisis Usaha Budidaya Rumput Laut
1.3.1        Biaya Investasi
      Investasi merupakan modal kerja permanen atau biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan barang investasi. Modal investasi umumnya merupakan modal yang biasanya dipakai dalam jangka panjang. Nilai modal investasi akan mengalami penyusutan dari tahun ke tahun bahkan bisa dari bulan ke bulan. Untuk lebih jelas modal investasi usaha budidaya rumput laut secara rata-rata di Maluku, dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Biaya Investasi Usaha Budidaya Rumput Laut Secara Rata-Rata Di Maluku
No
Jenis Peralatan
Banyak
Harga Satuan
(Rp)
Jumlah
(Rp)
Umur Ekonomis (Tahun)
Penyusutan
(Rp)
1.
Tali polietilien Ø 12 mm/Bal
2
500.000
1.000.000
2
500.000
2.
Tali polietilien Ø 8 mm/Bal
4
250.000
1.000.000
2
500.000
3.
Tali polietilien Ø 4 mm/Bal
10
35.000
350.000
2
175.000
4.
Pelampung utama (bola hitam)/buah
26
50.000
1.300.000
4
325.000
5.
Pelampung botol aqua /buah
1750
200
350.000
2
175.000
6
Jangkar (tiang tancap)/tiang
8
50.000
450.000
2
200.000
7.
Sampan/unit
1
500.000
500.000
4
125.000
8.
Katinting/unit
1
2.000.000
2.000.000
5
400.000
9.
Mesin/unit
1
3.000.000
3.000.000
4
750.000
10.
Tarpal/rol
1
120.000
120.000
2
60.000
11.
Waring/meter
20
10.000
200.000
2
100.000
12.
Tempat jemuran/blok
1
125.000
125.000
4
31.250

Total
10.345.000

3.466.250
Sumber : Data Primer Diolah, (Tamarele, 2010)

1.3.2        Biaya Operasional Atau Modal Kerja
            Biaya dalam ekonomi mencerminkan efesiensi sistem produksi, sehingga konsep biaya juga mengacuh kepada konsep produksi. Dalam konsep produksi berbicara tentang penggunaan input secara fisik dalam menghasilkan output produksi, sementara dalam konsep biaya menghitung penggunaan input itu dari nilai ekonomi yang disebut biaya (Gasperz, 2002 dalam shinta, 2010).  Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai seluruh kegiatan produksi. Biaya produksi yang dihitung dalam kegiatan pembudidayaan dibagi atas dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variabel cost).
a.      Biaya Tetap (fixed cost)
            Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi tetapi sifatnya tidak terpengaruh oleh besarnya jumlah suatu produk yang dihasilkan. Komponen biaya tetap budidaya rumput laut terdiri dari biaya penyusutan dan biaya perawatan. Total biaya tetap dalam kegiatan budidaya rumput laut secara rata-rata di Maluku sebesar Rp. 4.966.250,00. Rinciannya dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Komponen Biaya Dan Total Biaya Pembudidayaan Secara Rata-Rata
No
Biaya Tetap
Jumlah (Rp)
1.
Biaya Penyusutan
3.466.250
2.
Biaya Perawatan
1.500.000
Total
4.966.000
Sumber : Data Primer Diolah, (Tamarele, 2010)



b.   Biaya variabel
     Biaya variabel adalah besarnya biaya yang dikeluarkan untuk membiayai seluruh kegiatan produksi sesuai jumlah produksi yang dihasilkan. Komponen biaya variabel untuk kegiatan pembudidayaan terdiri dari bibit, karung, tali arafia, BBM, dan upah tenaga kerja. Secara rata-rata total biaya variabel yang harus dikeluarkan dalam kegiatan pembudidayaan rumput laut yaitu sebesar Rp. 7.545.000.
Tabel 4. Rincian Biaya Variabel Pembudidayaan Rumput Laut
No.
Biaya Variabel
Jumlah (Rp)
1.
Bibit
3.750.000
2.
Karung
210.000
3.
Tali Arafia
15.000
4.
BBM
1.170.000
5.
Upah Tenaga Kerja
2.400.00
Total
7.545.000
Sumber : Data Primer Diolah, (Tamarele, 2010)

1.3.3        Break Even Point/Titik Impas (BEP)
            Analisis Break Even point (BEP) merupakan alat analisis untuk mengetahui batas nilai produksi suatu usaha mencapai titik impas (tidak untung dan tidak rugi). Usaha dinyatakan layak apabila nilai BEP produksi lebih besar dari jumlah unit yang sedang di produksi saat ini. Sementara nilai BEP harus lebih rendah daripada harga yang berlaku saat ini (Effendi dan Oktariza, 2006). Besar BEP produksi dan BEP harga dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.

Tabel 5. BEP Harga
Total biaya (Rp)
Total Produksi (Rp)
BEP Harga (Rp/Kg)
12.511.250
700
17.873,21
Sumber : Data Primer Diolah, (Tamarele, 2010)
            Tabel di atas menunjukkan bahwa pembudidaya akan memperoleh titik impas pada saat harga jual rumput laut sebesar Rp. 17.873,21 Rp/Kg.
Tabel 6. BEP Produksi
Total biaya (Rp)
Total Produksi (Rp)
BEP Produksi (Kg)
12.511.250
7.500
1.668,16
Sumber : Data Primer Diolah, (Tamarele, 2010)
            Hal ini menunjukkan bahwa titik impas atau kondisi dimana perusahaan tidak memperoleh keuntungan dan tidak memperoleh kerugian akan dicapai pada saat hasil pemanenan mencapai 1.668,16 Kg.

1.3.4        Return On Investment (ROI)
            ROI adalah nilai keuntungan yang diperoleh dari sejumlah modal. Nilai dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi penggunaan modal.  Ada beberapa factor yang  mempengaruhi nilai ROI, dua diantaranya yang penting yaitu kemampuan pengusaha untuk menghasilkan laba dan kemampuan pengusaha mengembalikan modal atau cepat tidaknya perputaran modal (penjualan/modal produksi). Besarnya nilai ROI untuk budidaya rumput laut yaitu 1,25%. Artinya, setiap modal sebesar Rp. 100,00 diperoleh keuntungan sebesar Rp. 12,50. Besarnya ROI didapat dari laba usaha (Rp 24.363.750) dibagi dengan modal produksi (Rp.19.390.000).

1.3.5        Benefit Cost Ratio (B/C)
            B/C merupakan analisa yang paling sederhana karena masih dalam keadaan nilai kotor. Dangan hasil ini, kita dapat melihat kelayakan suatu usaha. Besarnya nilai B/C dari kegiatan budidaya yaitu sebesar2 1,90. Artinya, dengan modal Rp. 19.390.000, memperoleh hasil penjualan sebesar 1,90 kali jumlah modal. Besarnya B/C diperoleh dari hasil penjualan (Rp. 36.875.000) dibagi dengan modal produksi (Rp. 19.390.000)

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut dapat disimpulkan beberapa hal yaitu:
1.      Salah satu contoh bentuk saluran pemasaran budidaya rumput laut yaitu di Kotania Bawah. Dimana hasil panennya yang dalam bentuk rumput laut kering dijual langsung kepada pedagang pengumpul dari Dusun Wael.
2.      Untuk BEP Harga pembudidaya akan memperoleh titik impas pada saat harga jual rumput laut sebesar Rp. 17.873,21 Rp/Kg. sedangkan BEP Produksi, perusahaan tidak memperoleh keuntungan dan tidak memperoleh kerugian akan dicapai pada saat hasil pemanenan mencapai 1.668,16 Kg.
3.      Besarnya nilai ROI untuk budidaya rumput laut yaitu 1,25%. Artinya, setiap modal sebesar Rp. 100,00 diperoleh keuntungan sebesar Rp. 12,50.
4.      Artinya, dengan modal Rp. 19.390.000, memperoleh hasil penjualan sebesar 1,90 kali jumlah modal.

4.2 Saran
 1.    Perlu adanya pembukuan atau catatan keuangan (cashflow) sederhana oleh para pembudidaya demi eksistensi usahanya ke depan.
 2.    Perlu perhatian yang serius dari pemerintah setempat maupun instansi terkait terhadap usaha yang dijalankan, dalam hal pemberian bantuan modal serta bentuk-bentuk bantuan lainnya dalam rangka membantu mengembangkan usaha ini ke depan.

DAFTAR PUSTAKA

…………….http://www.bkpmd-maluku.com, 2009
Lewenussa I. 2011. Analisis Titik Impas Dan Waktu Pengembalian Investasi Usaha Purse Seine Didusun Kilwouw. Laporan PKL Program Studi Agrobisnis Perikanan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura, Ambon.
Karepesina, M. 2009. Kelayakan Usaha Perikanan Budidaya Rumput Laut Di Perairan Kotania Dusun Wael Kabupaten Seram Bagian Barat. Skripsi Program Studi Social Ekonomi Perikanan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura, Ambon.
Mulyadi, 2005. Akutansi Biaya, edisi ke-6. STIE YKPN. Yogyakarta.
Rahardi, F. 2005. Agrobisnis Perikanan. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Anggadiredja, J.T. Zatrika, A. Purwoto, H. Dan Istini, S. 2008. Rumput laut. Penebar Swadaya. Jakarta.
Dinas Perikanan Dan Kelautan Provinsi Maluku. 2005. Laporan Tahunan Perikanan Laut Maluku Tahun 2005. Ambon.
Effendi, R. dan Oktariza, W. 2006. Manajemen  Agribisnis Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tamarele, L. 2010. Pengelolaan Usaha Pembudidaya Rumput Laut Di Dusun Kotania Bawah Kabupaten Seram Bagian Barat. Skripsi Program Studi Social Ekonomi Perikanan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura. Ambon.
Rahardi, F, Kristiawati dan Nazaruddin. 2005. Agrobisnis Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.